Friday, May 15, 2015

Sebuah Kisah Dari Seorang Kakek Tua


Orang lain sibuk berebut kekayaan dan kekuasaan dengan cara apapun, termasuk dengan cara korupsi dan menjebak orang kecil. Tapi berbeda dengan kakek tua ini. Tanpa publikasi dan imbalan apapun sebelumnya, beliau malah sibuk menambal jalan yang rusak di Surabaya.

Tidak ada yang tahu, sejak 10 tahun terakhir, jalan berlubang di sekitar ITC Mega Grosir Surabaya, diurug seorang kakek tujuh cucu menggunakan alat apa adanya. Dialah Abdul Syukur (65), tukang becak yang sehari-hari mangkal di depan ITC.

Tiap pukul 22.00 WIB, berbekal palu dan karung, serta becak kesayanganya sejak 1968, Abdul Syukur mencari gragal bekas bongkaran bangunan di sekitar Pasar Atom atau daerah Tambak Adi Surabaya. Bongkahan batu itu dikumpuilkannya dengan karung. Sejam kemudian sampai pukul 02.00 WIB, ia berkeliling lubang di jalan lalu mengurugnya dengan gragal itu.

"Gragal itu lalu saya ratakan pakai palu. Jadi pengguna jalan aman, bukan malah tersandung," ungkap kakek yang akrab disapa Pak Tuwek (Pak Tua) oleh kawan sesama penarik becak.

Tak cuma malam, sebelum berangkat ke ITC pun, Abdul juga masih sempat mengumpulkan gragal, yang ditimbun dulu di rumahnya di Jalan Tambak Segaran Barat I. Beberapa jalan yang sudah ia tambal lubangnya. Misalnya, di depan ITC Surabaya, di dekat rel kereta api Stasiun Semut arah Jalan Pecindilan, Tambak Rejo depan SPBU, serta wilayah Gembong Tebasan.

“Saya nggak tega beberapa kali lihat orang jatuh kerena menghindari lubang. Di situ minggu lalu ada yang jatuh, di tempat lain malah sampai meninggal, ” ungkapnya sambil menunjuk jalan di depan ITC. Namun, tak jarang tindakannya justru berbuah olokan dari teman-temannya. “Pak Tuwek gila ya kok susah-susah nambal, nggak dapat bayaran. Pemerintah aja nggak ngurusin, kok sampeyan capek-capek. Biar Bu Risma aja yang perbaiki, sampeyan istirahat aja,” ungkap Abdul menirukan rekannya.

Soal penghasilan, tak banyak yang masuk kantong Abdul Syukur. Umumnya, setiap hari ia hanya mengantongi Rp 30.000, paling banyak Rp 60.000. "Saya tidak mau minta-minta. Apa yang saya dapat, saya syukuri," katanya. Kadang Abdul Syukur juga diberi teman-temannya.

"Kadang kami beri Rp 10.000, kadang nasi bungkus dan kopi kalau Pak Wek lewat. Dia itu paling jujur. Ngangkut orang saja nunggu kami suruh," kata Cak Mat (45), tukang becak yang juga mangkal di depan ITC.

Di ITC, Abdul Syukur dianggap sebagai tukang becak liar karena tidak termasuk dalam paguyuban becak ITC, sehingga tidak boleh mengangkut penumpang.

Pria kelahiran Surabaya itu kini tinggal bersama anak keduanya, Sri Wahyuni dan suaminya yang bekerja sebagai sopir, serta tiga anaknya. Di rumah itu juga tinggal anak laki-lakinya, Haryono (19) yang bekerja sebagai sopir travel Surabaya-Bali. Mereka tinggal di rumah dua lantai yang sudah direnovasi oleh anak-anaknya. Rumah itu dibeli Abdul Syukur pada 1989 seharga Rp 2,4 juta. "Dulu saya beli masih jelek," katanya.

Meski semua anaknya sudah bekerja, Abdul Syukur masih bisa menghidupi dirinya sendiri dari hasil menarik becak. Bahkan ia masih bisa memberi uang jajan untuk ketiga cucunya yang tinggal serumah.
Abdul Syukur menjadi duda setelah istrinya meninggal pada 2013 karena penyakit gula dan dimakamkan di Jombang.

Setelah aksi tambal jalan itu terekspose di media sosial, kini Abdul disorot dan dianggap berjasa. Hasil tambalannya di dekat rel KA Stasiun Semut arah Jalan Pecindilan disempurnakan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya. Namun Abdul Syukur menganggap tindakannya biasa biasa saja. "Saya nggak bisa amal harta. Saya hanya bisa menyumbangkan tenaga nambal jalan rusak. Itu saja," katanya. Petugas dari Dinas PU pun mendatangi rumahnya dan memberinya uang Rp 1 juta serta menawarinya pekerjaan sebagai pengawas. Uang itu malah diminta anaknya, tetapi ia tidak menyesali karena ia senang masih bisa memberi anaknya.

Tak hanya itu, Rabu sore, Abdul Syukur juga mendapat bantuan Rp 500.000 dari Lembaga Manajemen Infak (LMI). Kepala cabang LMI Surabaya Muhammad Gurning (34) memberikan sendiri bantuan itu. “Kami ingin Pak Abdul mampu menginspirasi warga Surabaya yang lainnya,” katanya pada Surya.

Meski sudah dikenal orang dan mendapat banyak bantuan materi, Pak Wek akan tetap mengayuh becaknya, sambil matanya mencari lubang di jalan, lalu menguruknya seperti biasa. Ia juga menerima laporan dari warga yang mengenalnya soal adanya lubang di jalan tertentu. Setiap ada laporan, beliau ini selalu bertindak buat menambal jalan.

Seharusnya semua pemerintah daerah mencontoh Pak Tuwek ini. Selalu tanggap jika ada laporan. Bukan malah diabaikan seperti yang terjadi selama ini.

Sumber foto dan artikel : fanpage Mesinbalap.com

No comments:

Post a Comment