Pemicunya karena insentif yang didapatkan dealer dan sales yang bersangkutan akan lebih besar ketika konsumen membeli secara kredit. Menguntungkan buat dealer, tapi justru konsumen yang rugi. Konsumen yang punya kemampuan buat beli kendaraan secara tunai malah dipaksa untuk membeli secara kredit.
Salah satunya dialami seorang konsumen bernama Franky ketika dia ingin membeli Honda CBR150R di dealer Honda di Rawamangun, Jakarta. Begini kata salesnya kepada Franky, ”Beli cash boleh, saat sudah
memberikan tanda jadi Rp 1 juta. Tapi setelahnya sales itu mengatakan jika ada pembeli lain yang meminang secara kredit, unit akan diutamakan untuk pembeli kredit,” Bahkan salesnya terang-terangan bilang kalo untung buat dealer dan salesnya lebih besar kalo konsumennya beli kredit.
Kondisi seperti ini sering terjadi sewaktu permintaan lagi tinggi-tingginya. Biasanya ketika ada produk terbaru yang barusan diluncurkan. Lalu, apa langkah yang dilakukan ATPM? Seberapa besar keuntungan sales dari praktik ini?
Menurut pengakuan salah satu sales, sebut aja Abi, sales emang biasanya mendapat insentif yang besar dari leasing. Bentuknya macem-macem, tapi yang terbanyak adalah pemotongan DP (uang muka). ”Besarannya macam-macam, tapi semakin besar DP (uang muka), biasanya semakin besar refund. Misalnya, DP Rp 2 juta, yang disetor ke leasing bisa separuhnya. Sisanya buat sales atau dealer. Kalau DP Rp 500 ribu, insentifnya juga kecil. Itu kesepakatan saja sama leasing,” beber Abi. Menariknya, Abi juga mengindikasikan ada ”permainan” antara tenaga penjual dengan petugas dari leasing. Keuntungan dari insentif bisa dibagi-bagi sesuai kesepakatan bersama.
Perlu dicatat, fenomena ini tak hanya marak di dunia jual-beli sepeda motor. Sales mobil juga banyak yang memanfaatkan refund dari leasing sebagai senjata untuk menggoda konsumen agar mau beli secara mengangsur.
Nggak cuma permainan dengan leasing. Aku punya teman yang pernah bekerja sebagai sales mobil Honda di Semarang. Katanya, aksesori pun juga bisa dimainkan nilainya. Selisih yang didapatkan pun bisa mencapai jutaan hanya dari aksesori saja. Caranya dengan me-mark up nilai aksesori itu. Misalnya aksesori yang harganya seharusnya Rp 1 jutaan, bisa dinaikkan menjadi Rp 3 jutaan ditangan konsumen.
Thomas Wijaya, GM Divisi Penjualan PT Astra Honda Motor, mengatakan bahwa sejauh ini belum ada mekanisme kontrol, karena ATPM tidak berhubungan langsung dengan konsumen. ”Tetapi kami selalu menekankan kepada main dealer agar berfokus kepada pelayanan. Apa pun maunya konsumen, beli cash atau kredit, harus dilayani dengan baik. Kalo konsumen tidak happy tentu impact-nya juga ke kami (penjualan),” ujar Thomas. Dia juga menyarankan, kalo ada konsumen yang dirugikan dengan praktek seperti ini, laporkan aja langsung ke call center pabrikan atau main dealer.
Skema pelaporan ke call center juga pernah dilakukan Yamaha Indonesia beberapa waktu lalu. Bahkan fenomena pembelian yang dipaksa harus kredit sempet bikin para petinggi Yamaha gerah dan menindak tegas dealer setelah ada pelaporan.
No comments:
Post a Comment